Oleh: Badrul Tamam
Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah
yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Shalwat dan
salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Bagi orang yang ingin berkurban dilarang
memotong kuku dan memangkas rambutnya sejak masuk tanggal 1 Dzulhijjah
sehingga dia menyembelih hewan kurbannya.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallaahu 'Anhu, Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِه
“Apabila kalian melihat hilal
Dzilhijjah dan salah seorang kalian ingin berkurban, maka hendaknya dia
menahan rambut dan kuku-kukunya (yakni tidak memotongnya,- red).”
(HR. Muslim, beliau membuat bab untuk hadits ini dan hadits-hadits
semakna dengannya, “Bab larangan bagi orang yang sudah masuk Dzulhijjah
sementara ia ingin berkurban untuk memotong rambut dan kukunya
sedikitpun”)
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan
bahwa jika sudah masuk sepuluh hari pertama Dzulhijjah dan seseorang
ingin berkurban, maka janganlah dia mengambil sedikitpun dari rambut,
kuku, dan kulit luarnya sampai dia menyembelih hewan kurbannya. Dan jika
dia memiliki beberapa hewan kurban, maka larangan ini gugur setelah
melakukan penyembelihan yang pertama (Ahadits ‘Asyr Dzilhijjah wa Ayyama
Tasyriq, Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan, hal. 5)
Larangannya haram atau makruh?
Para ulama berselisih pendapat mengenai
hukum rinci atas larangan ini bagi orang yang ingin berkurban ketika
sudah memasuki sepuluh hari pertama Dzulhijjah, antara haram dan makruh.
Sa’id bin Musayyib, Rabi’ah, Ahmad,
Ishaq, Dawud, dan sebagian pengikut imam Syafi’i berpendapat, diharamkan
baginya mengambil sesuatu dari rambut dan kukunya sehingga dia
menyembelih hewan kurbannya pada hari penyembelihan.
Imam Malik, Syafi’i, dan sebagian
sahabatnya yang lain berpendapat, dimakruhkan –dengan makruh tanzih-
bukan diharamkan. Kesimpulan ini didasarkan kepada hadits Aisyah,
“Dahulu aku memintal tali-tali untuk dikalungkan pada unta Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam,
kemudian beliau mengalungkannya dan mengirimkannya. Sementara tidak
diharamkan atas beliau apa yang telah dihalalkan Allah hingga beliau
menyembelih kurbannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mereka mengatakan, para ulama bersepakat
bahwa ia tidak diharamkan memakai pakaian dan wewangian seperti
diharamkan atas orang yang sedang ihram. Ini menunjukkan suatu anjuran
bukan kewajiban. Karenanya Imam syafi’i berpendapat larangan ini tidak
menunjukkan keharaman. Sementara hadits-hadits larangan dibawa kepada
makna makruh tanzih.
Memotong kuku dan rambut bagi orang yang akan berkurban hukumnya makruh, tidak sampai haram.
Maksud larangan memotong kuku dan rambut
Maksud larangan memotong kuku adalah
larangan menghilangkannya dengan jepit kuku, mematahkannya, atau dengan
cara lainnya. Sedangkan larangan memangkas rambut adalah
menghilangkannya (mengambilnya) dengan mencukur, memendekkan, mancabut,
atau cara lainnya. Rambut di sini mencakup bulu ketiak, kumis, kemaluan,
dan rambut kepala serta bulu-bulu lain di badannya.
Ibrahim al-Marwazi dan selainnya
berkata, “Hukum semua anggota badan seperti hukum rambut dan kuku,
dalilnya dalam riwayat Muslim yang lain,
فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Janganlah dia memotong sedikitpun dari rambut dan kulit luarnya.” (HR. Muslim, dinukil dari syarah Shahih Muslim milik Imam al-Nawawi)
Kepada siapa larangan ditujukan?
Larangan ini khusus ditujukan kepada orang yang akan berkurban, berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, “Dan ingin berkurban…” tidak meluas kepada istri dan anak-anak apabila mereka disertakan dalam niat berkurban tadi.
Sedangkan orang yang menyembelih untuk
orang lain karena wasiat atau perwakilan, tidak termasuk yang dilarang
untuk memotong kuku, rambut, atau kulitnya. Karena hewan kurban itu
bukan miliknya.
Sementara wanita yang ingin berkurban
lalu mewakilkan hewan kurbannya kepada orang lain karena ingin memotong
rambutnya, maka tidak diperbolehkan. Karena hukum tersebut terkait
dengan pribadi yang berkurban, baik dia mewakilkan kepada yang lainnya
ataukah tidak. Sedangkan orang yang mewakilinya tidak terkena khitab
larangan tersebut.
Apa hikmahnya?
Hikmah larangan di atas, sebagaimana
disebutkan Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, agar seluruh
bagian tubuh mendapatkan jaminan terbebas dari api neraka. Ada juga yang
berpendapat, agar menyerupai orang-orang yang sedang ihram. Akan tetapi
pendapat ini perlu dikoreksi, karena ia tidak menjauhi wanita, tidak
meninggalkan memakai minyak wangi dan baju serta selainnya yang
ditinggalkan orang yang sedang ihram.
Niatan berkurban muncul bukan sejak awal Dzulhijjah
Bagi orang yang telah memotong kukunya
atau memangkas rambutnya pada awal Dzulhijjah karena tidak ada niatan
untuk berkurban, maka tidak mengapa. Kemudian keinginan itu muncul di
pertengahan sepuluh hari pertama (misalnya pada tanggal 4 Dzulhijjah),
maka sejak hari itulah dia harus manahan diri dari memotong rambut atau
kukunya.
Terpaksa harus memotong kuku dan rambut
Orang yang sangat terdesak untuk
memotong sebagian kuku atau rambut karena akan membahayakan, seperti
pecahnya kuku atau adanya luka di kepala yang menuntut untuk dipangkas,
maka tidak apa-apa. Karena orang yang berkurban tidaklah lebih daripada
orang yang berihram yang pada saat sakit atau terluka kepalanya
dibolehkan untuk memangkasnya. Hanya saja bagi yang berihram terkena
fidyah, sementara orang yang berkurban tidak.
Bolehkah keramas?
Dalam mandi besar atau keramas biasanya ada beberapa lembar rambut yang akan rontok dan terbawa bersama air, bagaimanakah ini?
Laki-laki dan perempuan yang ingin
berkurban tidak dilarang untuk keramas pada sepuluh hari pertama
Dzulhijjah, walaupun akan ada satu, dua, atau lebih helai rambutnya yang
rontok. Karena larangan Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tersebut bagi yang sengaja memotong atau memangkas dan juga karena orang berihram tetap dibolehkan untuk membasahi rambutnya.
Laki-laki dan perempuan yang ingin
berkurban tidak dilarang untuk keramas pada sepuluh hari pertama
Dzulhijjah, walaupun akan ada satu, dua, atau lebih helai rambutnya yang
rontok.
Ya Allah limpahkan kebaikan-Mu kepada
kami. Liputi kami dengan rahmat dan maghfirah-Mu. Jangan jadikan
dosa-dosa kami sebagai penghalang atas pahala dan ampunan-Mu. Jangan
Engkau telantarkan kami karena keburukan dan aib kami. Ampunlah kami, Ya
Allah, dan ampuni dosa kedua orang tua kami serta seluruh kaum
muslimin. Semoga shalawat dan salam terlimpah kepada baginda Rasulillah,
keluarga, dan para sahabatnya. Amiin. [PurWD/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar