Kata temanku : Kalau Infaq “jangan” ke Masjid …?
Dalam
sebuah diskusi ringan dengan salah seorang pemuda muslim, yang saat
itu membahas tentang peran dan fungsi Baitul Maal Masjid, banyak
sekali lontaran ide dan gagasan yang mengalir begitu banyak diruang
diskusi. Dari sekian banyak gagasan dan lontaran ide yang mengemuka,
ada satu hal yang menarik perhatianku untuk terus ku renungkan dan ku
pikirkan dengan seksama.
Pemuda
tersebut menyampaikan (walaupun ucapan ini hanya sekedar menyambung
ucapan temannya dulu saat bertemu) Dengan agak bersemangat dia
menuturkan pengalamannya. Berarti benar dong mas, .. kata teman saya
saat itu, yang mengatakan “kalau infaq sebaiknya jangan di masjid,
lebih baik disalurkan langsung aja pada mereka yang membutuhkan, kalau
di masjid biasanya sih hanya diendapkan aja dan ujung-ujungnya untuk
mbangun fisik masjid semata”. Tidak cukup berhenti disitu saja, pemuda
tersebut pun melanjutkan ucapannya, saya baru sadar mas, setelah
diskusi dengan jenengan tentang peran dan fungsi baitul maal masjid.
Mendengar ungkapan pemuda tersebut, saya hanya diam dan tak memberikan
jawaban apa-apa terlebih lagi membenarkan atau menyalahkannya.
Pembaca sekalian, setelah usai berdikusi
saya terus merenungkan ucapan yang disampaikan pemuda tersebut.
Kenapa ya, kok ada orang Islam yang enggan untuk infaq ke masjid ?
Padahal masjid kan ladang amal sholeh yang sangat potensial bagi
setiap muslim ? Apa ada yang salah dengan masjidnya atau yang salah
adalah perintah untuk berinfaqnya ? Jelas semua itu tidak mungkin,
sebab memakmurkan masjid dan perintah infaq itu telah digariskan dalam
Al Qur’an dan As Sunnah. Lalu apa yang salah ?
Setelah lama berpikir dan merenungkan
dengan seksama, baru saya menyadari bahwa kesalahan bukan terletak
pada masjidnya atau perintah untuk berinfaq. Tapi, kesalahan itu
justru terletak pada mereka-mereka yang diamanahi untuk mengelola
infaq ummat.
Pembaca sekalian, keengganan infaq ke
masjid jika didasari atas tidak peduli dengan masjid atau enggan untuk
mematuhi perintah berinfaq, jelas ini adalah kekeliruan yang besar,
hal ini menjadi bukti ketidak komitmenya pada Islam. Tapi, jika
keengganan ini didasari atas tidak adanya kepercayaan ummat pada para
pengurus/takmir masjidnya dalam mengelola Infaq jama’ahnya, maka
persoalan ini sah-sah saja untuk dijadikan argumentasi, mengapa
dirinya enggan untuk infaq ke masjid dan lebih memilih untuk
disalurkannya sendiri.
Yang jadi pertayaan kita adalah kenapa
ada jama’ah masjid yang tak percaya pada takmir/pengurus masjid dalam
mengelola Infaqnya ? Ada beberapa alasan, antara lain :
Dirinya ingin agar
infaq tersebut bisa segera sampai pada yang berhak menerima dan
membutuhkan. Sehingga dirinya pun merasa nyaman bahwa dirinya telah
ikut andil membantu saudara sesama muslim dengan segera tanpa
ditunda-tunda lagi.
2.Kenyataan dilapangan membuktikan
bahwa banyak takmir masjid saat ini yang sengaja menahan infaq para
jama’ah masjidnya. Sehingga infaq tersebut tidak segera disalurkan
pada mereka yang berhak, tapi malah di endapkan/disimpan di bank. Dan
ujung-ujungnya digunakan untuk mbangun fisik masjid semata. Mungkin
maksudnya baik agar uang tidak hilang/berkurang, tapi karena paradigma
(cara pandangnya) keliru, justru menjadikan dana tersebut tertahan di
masjid, padahal banyak masyarakat sekitar masjid yang membutuhkan
uluran bantuan.
Tidak adanya keterbukaan/transparasi
dana oleh ketua Takmir masjid. Kalaupun ada hanya dana yang diperoleh
dari infaq jumatan semata, sementara dari sumber-sumber lainnya
seringkali luput dari pantauan jama’ah.
Tidak memiliki manajemen/tata kelola
yang baik.Hal ini terlihat pada penyusunan laporan keuangan masjid
yang bisa dikatakan asal-asalan semata, cukup print 1 lembar kemudian
tempel dipapan pengumuman masjid. Tidak punya kop surat, amplop resmi
masjid, tempat arsip yang baik dll (tak sebanding dengan jumlah kas
masjid yang melimpah dan megahnya masjid)
Beberapa faktor diatas sangat
mempengaruhi tingkat kepercayaan jama’ah pada takmir masjidnya. Jika
kepercayaan itu terus saja menyusut, maka bisa jadi akan muncul lebih
banyak lagi jama’ah masjid yang justru enggan untuk berinfaq ke
masjid. Kalau sudah demikian, lalu siapa yang akan mendanai kegiatan
dan kemakmuran masjid, kalau bukan jama’ah masjid sendiri ?
Pembaca sekalian, dalam persoalan ini
kita memang tidak bisa menyalahkan siapapun, sebab ini berhubungan
dengan kepercayaan jama’ah pada takmir masjinya. Yang terpenting
yakni persoalan di atas seharusnya mampu menjadi pelajaran bagi kita
untuk berbenah diri dan meningkatkan kepercayaan jama’ah, sehingga
masjid tidak kehilangan kepercayaan,khususnya pengelolaan infaqnya.
Ini adalah tantangan bagi takmir masjid,
mampukah membangun kepercayaan itu, sebab kepercayaan itu tidak bisa
kita dapatkan hanya dengan duduk-duduk semata, mengurus masjid hanya
waktu sisa semata, atau bahkan mencari “kambing hitam” untuk
dipersalahkan demi menyelamatkan reputasinya sebagai ketua takmir
masjid.
Kini saatnya kita membangun umat, dengan
menerima masukkan dari siapapun tanpa memandang kelompok, golongan
dan ormas tertentu. Kemudian belajarlah dan teruslah meningkatkan
diri, niscaya anda akan menjadi takmnir masjid yang berhasil, dan
tidak hanya pandai membangun fisik masjid semata atau mengadakan
kegiatan besar yang memakan dana banyak semata…Wallahu ‘alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar